Penjual Makanan Kena Pajak, Bukan Pembeli - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Rabu, 18 Juni 2014

    Penjual Makanan Kena Pajak, Bukan Pembeli

    Jurnalisia, Para pedagang makanan mengeluhkan perlakuan yang pilih-pilih oleh Dinas Pendapatan Kotabaru terkait adanya perbedaan pemungutan tarif pajak.

    Keterangan yang didapat Kru Media ini di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan dan ketidak-adilan dalam hal pemungutan pajak warung yang menjual makanan.

    Seorang pedagang Coto Makassar, Edi mengungkapkan dirinya pernah ditagih pembayaran pajak oleh orang yang berseragam PNS. Anehnya yang datang menagih orangnya berbeda-beda dengan besaran pembayarannya pun juga tak sama.

    "Saya pernah ditagih beberapa orang berseragam PNS Kotabaru, dan disuruh bayar Rp 20 ribu per bulannya. Beberapa bulan kemudian saya ditagih lagi sebesar Rp 100 ribu per bulan, dan beberapa bulannya lagi, petugas pemungut pajak itu menghitung dan menaikkan lagi uang pungutan menjadi Rp 1,5 juta per bulan," keluh Edi.

    Menurut Edi, dikenakannya tarif pajak sebesar Rp 1,5 juta tersebut berdasarkan hitungan tiap mangkok Coto Makassar yang dijualnya dikenakan Rp 1.000 per mangkk dikalikan 50 mangkok tiap harinya.

    "Satu mangkok dikenakan pajak Rp 1.000, dikalikan 50 mangkok, sehingga saya harus membayar pajak Rp 50 ribu per harinya," ujar Edi.

    Ditambahkannya, jika aturannya jelas dan jumlahnya sesuai, ia siap membayar pajak, karena pajak merupakan kewajiban setiap warga negara untuk turut serta dalam pembangunan.

    "Saya sempat mencurigai adanya indikasi kurang beres dalam pelaksanaan pungutan pajak warung, karena jumlah pajak yang harus dibayar berubah-ubah. Sampai sekarang petugas pemungut pajak itu tidak datang lagi ke warung saya," ungkapnya

    Hal yang berbeda dikatakan oleh Sukat, pedagang makanan seafood samping Masjid Raya Khusnul Khotimah. Dirinya mengaku tidak pernah dikenakan pungutan pajak dari Dinas Pendapatan Kotabaru.
    Selama saya jualan disini tidak pernah dipungut pajak warung sepeser pun. Saya cuma bayar tempat ke Dinas Perhubungan dan ke Desa Sebatung," ungkapnya.

    Lain lagi yang dialami oleh Dedit, warung yang berjualan bakso Sari Rasa samping RSUD Kotabaru.
    Menurutnya, warung di sebelahnya dikenakan tarif cuma Rp 150 ribu, sedangkan dirinya dikenakan Rp 400 ribu, padahal warungnya jauh lebih kecil dari RM Sridewi yang cuma dikenakan pajak sebesar Rp 600 ribu.

    Dikonfirmasi Kepala Unit Pengelola Teknis (UPT) Wilayah I Pulau Laut Utara, Rustam mengatakan," UPT Pendapatan sudah melaksanakan tugas memungut pajak warung, tapi ada yang tidak mau, hanya sebagian kecil saja warung makan yang bersedia membayar pajak sesuai Perda dengan ketentuan 10 persen," Rabu (18/06/14).

    Menurut Rustam, UPT Pendapatan tidak bisa memaksa. Seharusnya Dinas Pendapatan lah yang  menyosialisasikan Perda pajak pungutan restauran/warung tersebut. "Kita bawahan hanya melaksanakan aturan saja," tambahnya.

    Adanya perbedaan pungutan di lapangan memang diakui oleh Rustam, namun sayangnya dalam melaksanakannya masih terkendala karena belum bisa bertindak tegas menerapkan sesuai aturan.

    Kepala Dinas Pendapatan Kotabaru, H. Arosman, SE, Rabu (18/06/14), membenarkan tidak melaksanakan sosialisasi Perda pajak Restauran/Warung itu karena tidak menganggarkannya pada tahun lalu.

    "Bulan ini kami akan melaksanakan sosialisasi, menjelaskan kepada pemilik warung, yang bayar pajak itu bukan pemilik warung tapi adalah pengunjung yang membeli," ucapnya.

    Menurut Arosman, selama ini pemilik warung salah persepsi. Dikira mereka yang dikenakan pajak, padahal mereka hanya membantu memungutkan pajak apabila masyarakat makan di warungnya.

    "Karena mereka adalah pemilik warung dan bisnis disini, jadi wajar saja mereka membantu dalam pemungutan pajak," ungkapnya.

    Terkait adanya perbedaan tarif pungutan antara warung yang satu dengan warung yang lain, Arosman berkilah pungutan tergantung dari ramainya dan banyaknya pengunjung yang makan.

    "Memang ada perbedaan jumlah tarif pajak, dengan asumsi berapa banyak masyarakat makan di warung yang bersangkutan," tuntasnya. (Wan/MIZ)

    Editor : Imi Suryaputera


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...