Dana Rp 700 Milyar; Konpensasi Ataukah Hasil Penjualan Daratan Pulau Laut Kotabaru ? - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Selasa, 21 September 2021

    Dana Rp 700 Milyar; Konpensasi Ataukah Hasil Penjualan Daratan Pulau Laut Kotabaru ?

    ilustrasi
    Ramai-ramai menanggapi soal konpensasi tambang di daratan Pulau Laut Kabupaten Kotabaru, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan juga perlu perhitungan yang matang terkait dana konpensasi tersebut.

    Dana konpensasi sebesar Rp 700 milyar dari Sebuku Coal Group itu tampaknya dianggap seperti windfall alias rejeki nomplok serta take for granted alias diberikan cuma-cuma. Makanya sikap inilah yang perlu mendapat perhatian dengan memperhatikan seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan dan ditinggalkan oleh kegiatan pertambangan tersebut.

    "Pemerintah Daerah mesti berhitung dan memperhitungkan antara nilai konpensasi yang diterima dengan dampak kerusakan dan kerugian warga dari akibat eksploitasi pertambangan tersebut," tanggap Prof. DR. M. Arief Amrullah, SH, M.Hum, Guru Besar Hukum Pidana pada Universitas Negeri Jember (UNEJ) Jawa Timur, yang merupakan putra kelahiran daratan Pulau Laut Kotabaru.

    Menurut Profesor Arief, konpensasi yang diberikan perusahaan tersebut bukan cuma-cuma tapi sama saja bayaran dari hasil menjual daratan Pulau Laut. Dan pihak perusahaan tentu sudah berhitung terlebih terhadap berapa keuntungan yang akan mereka hasilkan sebelum bersedia memberikan konpensasi.

    Selain itu menurut Si Profesor, dana konpensasi tersebut penggunaannya haruslah memperhatikan skala prioritas yang dalam hal ini mengacu kepada lokasi maupun tempat dimana kegiatan eksploitasi dilakukan.

    "Skala prioritas yang sangat pantas dan wajar itu diberikan kepada daerah atau wilayah dimana lokasi tambang itu berada, untuk kepentingan warga disana, karena mereka lah yang pertama dan paling depan mendapat dampaknya," tambah Profesor Arief.

    Pada bulan Juni 1992, pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, lebih dari 178 negara mengadopsi Agenda 21, sebuah rencana aksi yang komprehensif untuk membangun kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan guna meningkatkan kehidupan manusia dan melindungi lingkungan atau lebih dikenal dengan istilah Sustainable Development Goals (SDGs).

    Tambah Profesor Arief; konpensasi tersebut juga mestilah memperhatikan tujuan dari SDGs, mengingat batubara adalah sumber alam yang tak bisa terbarukan. Selain itu keberlangsungan kehidupan warga di sekitar lokasi pertambangan di masa-masa akan datang setelah kegiatan pertambangan usai atau pasca tambang.

    "Dana konpensasi maupun yang bersumber dari dana Corporate Social Responsibililty (CSR) jangan cuma bisa dinikmati oleh generasi sekarang tapi juga akan dinikmati oleh generasi berikutnya yang mendapatkan warisan dari hasil eksploitasi pertambangan di masa lalu," kata Si Profesor. (Red)


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...